PPKM Berimbas Pada Bisnis Aftermarket Mobil, Ini Pesan Pelaku Usaha

  • Oleh : Julfikri

Selasa, 20/Jul/2021 09:22 WIB


SoundandMachine.com (Jakarta) – Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) berimbas pada sejumlah sektor usaha, salah satunya bidang otomotif di segmen modifikasi dan aftermarket car audio.

Pasalnya, selama pemberlakuan PPKM yang telah berjalan dua pekan, membuat sejumlah usaha di bidang otomotif harus tutup hingga membuat omzet-nya kian menurun.

Baca Juga:
Diadakan Bersamaan, I-CAN Kembali Gelar Kompetisi Audio Mobil di Jakarta dan Banjarmasin

Oleh karena itu, soundandmachine.com mengadakan talkshow Diskusi Car Audio, Modifikasi & Otomotif (Discomotif), mengenai imbas kebijakan PPKM terhadap sektor bisnis otomotif.

Dalam acara tersebut, mengundang narasumber Wahyu Tanuwidjaja sebagai founder Car Aftermarket Network (CAN) dan Boy Prabowo sebagai Komite Asia Pacific Car Tuning Association (Apact) yang ditayangkan di Facebook Live.

Baca Juga:
Masuki Fase Baru Penilaian via Musik Streaming, I-CAN Gelar Kompetisi Audio Mobil Seri Ketiga di Jakarta

“PPKM ini dengan PPKM lalu bulan 4 itu saya lihat berbeda dalam artian kalau dari segi ketertiban masyarakat dan koordinasi petugas, sekarang ini mempunyai impact ke pasar yang lebih nyata dari tahun lalu,” buka Wahyu Tanuwidjaja melalui Zoom meeting (19/7/2021).

Wahyu mengakui bahwa penanganan Covid 19 dari segi kesehatan sudah bagus, seperti misalnya soal ketersediaan obat. Namun kekurangan nyata dari penanganan Covid 19 adalah dari segi ekonomi.

Baca Juga:
Hari Kedua Training Car Audio Network Diadakan, Lanjutkan Pembahasan Materi Untuk Sertifikasi

Pasalnya, untuk saat ini pemerintah dinilai hanya bisa memerintahkan masyarakat agar tidak membuka usahanya terlebih dahulu, terutama di sektor non-essensial sehingga membuat banyak bengkel atau gerai modifikasi harus tutup dan omzetnya jadi turun.

Oleh karena itu, Wahyu menilai bahwa sektor essensial dan non-essensial dari yang dikategorikan oleh pemerintah sangat dibutuhkan adanya kejelasan.

“Pemerintah harus lebih kreatif daripada hanya berkata, ‘kamu tidak boleh buka’. Ini Indonesia, kesatuannya sampai ke RW sehingga sebetulnya, bisalah itu diperiksa, mana esensial mana tidak, karena paling penting mana menimbulkan Covid-19 mana tidak,” pesan Wahyu.

Sementara itu Boy Prabowo dari Apact menilai, pemerintah tidak berani dalam mengambil keputusan dan ketika membuat kebijakan, sering kali menimbulkan ambigu.

“Dengan kebijakan terakhir ini eskalasinya adalah masyarakat bawah sama dengan aparat bawah. Suburban menuju ke kota itu rakyat bawah vs aparat, atas-atasnya, maaf, level komando ya diem aja,” ungkap Boy.

Boy berpikiran bahwa pada umumnya masyarakat mematuhi peraturan pemerintah, tetapi harus diingat juga bahwa setiap orang kekuatan ekonominya berbeda-beda.

Sementara untuk aktifitas di bidang event modifikasi mobil sebagai core business Apact, lebih berdampak lagi karena diluar kondisi PPKM seperti ini pun sudah sulit di perizinan yang notabene dalam pembuatan diskresinya harus mengarah ke tingkat jabatan lebih atas.

Pasalnya, disetujui oleh kecamatan yang notabene lebih tahu kondisi daerah event, kalau pada saat event berjalan, orang pemerintah kota melihat banyak peserta datang, dengan prokes, apabila tidak disetujui bisa dibubarkan.

“Kecamatan oke, Kapolsek oke, Ramil mau bantu, sambil kontrol covid dengan prokes. Ada sebuah event jalan, tiba-tiba kumpul sekitar 60-70 mobil dengan prokes, tidak ada berisik, tiba-tiba orang pemerintah kota lihat, dibredel langsung.” jelas Boy.

Online-pun menurut Boy, tidak memberi keuntungan berarti karena awareness dari massa-nya tidak terbuka dan dibutuhkan sosialisasi.

“Kesadaran online tidak seterbuka itu, mungkin kalau hitung sosial media oke, tapi kalau engagement-nya untuk terlibat segala macam, untuk modifkasi masih harus ada pendidikan tambahan lah, makanya harus dimulai dari sekarang.”

Baik Wahyu maupun Boy, keduanya menginginkan bagaimana supaya dalam kondisi PPKM seperti ini, aktifitas perekonomian di bidang otomotif tetap jalan.

Seperti misalnya untuk di perusahaan, diberi pelatihan apabila ada karyawan yang mengidap Covid 19 di perusahaannya, ibarat ada orang terluka bagaimana dengan P3K-nya.

“Kita selalu punya stok obat, bukan nimbun, mungkin 1-2 orang punya. Kalau kamu sakit, butuh obat, saya bantuin. Perusahaan harus adakan pelatihan bagaimana kalau karyawan kena Covid, jangan cuma andalkan nakes.” jelas Wahyu yang juga Chief Executive Officer PT. Audioworkshop.

Sementara di event, Boy tidak keberatan apabila harus mengundang nakes untuk colong hidung atau swab test supaya lebih terjamin keamanan dan keselamatannya selama event berlangsung, meskipun tentunya harus keluar uang lebih.

“Event boleh jalan asal protokol kesehatan, yang dateng kita colok hidungnya, which is uang, ibaratnya secara antigen walaupun masih ada ruang untuk tidak detailnya, paling tidak di gate awal di-antigen semua. Mau di lapangan kek kita bisa atur.” ujar Boy yang juga mantan wartawan tersebut.

Tidak kalah penting, agar didengar oleh pemerintah, baik Wahyu maupun Boy keduanya berpesan agar bahu membahu menyuarakan persoalan ini hingga didengar oleh pemerintah, salah satunya bisa dengan mengadakan diskusi.

"Selain itu bagi yang terkena dampak, disyukuri saja dan jangan pernah berhenti untuk saling memberi semangat, karena hidup memang harus terus berjalan," pungkasnya.

(Joule)