Oleh : Febri
Soundandmachine.com (Jakarta) - Gelombang ekspansi otomotif Cina kini menguasai panggung global, tapi bukan di Eropa atau Amerika. Justru, pergeseran kekuatan ini terjadi di pasar-pasar yang sering diabaikan seperti Asia, Afrika, dan Amerika Selatan.
Merek seperti BYD, Changan, dan Great Wall kini menjadi pilihan utama di negara berkembang, berkat kombinasi harga terjangkau, fitur lengkap, dan desain modern yang sulit ditandingi oleh kompetitor Jepang maupun Korea.
Dominasi Merek Tiongkok
Baca Juga:
Bisa Tembus Jalanan Semrawut, XPENG Luncurkan Teknologi AI Terbaru
Di Thailand, Israel, hingga Chile, merek asal Tiongkok telah menguasai lebih dari 30% pangsa pasar, sementara Brasil dan Australia bergerak cepat mengikuti tren yang sama.
Mobil listrik dan crossover buatan Cina menawarkan layanan garansi panjang dan layar besar, dengan harga yang bisa setengah dari rival global seperti Toyota, Nissan, Hyundai, hingga Volkswagen.

Baca Juga:
Debut di Japan Mobility Show 2025, BYD Luncurkan K-EV Pertama di Jepang
CarNewsNetwork mengatakan bahwa merek otomotif asal Cina kini mendominasi pasar berkembang dengan pendekatan yang sangat efisien, menghadirkan mobil berpenampilan menarik, berteknologi tinggi, namun dengan harga yang tetap bersahabat bagi konsumen lokal (27/10/25).
Pertumbuhan Pasar
Baca Juga:
Jangkau Calon Konsumen Potensial, Jetour Tambah Dealer Baru di Bekasi
Lebih mengejutkan lagi, pertumbuhan paling signifikan justru datang dari negara-negara yang jarang diperhatikan Barat. Di Uruguay, pangsa pasar mobil China naik 12,6% hanya dalam satu tahun, sementara di Israel melonjak lebih dari 11%.

Di wilayah ini, praktikalitas mengalahkan prestise, dan produsen mobil Cina berhasil menawarkan keduanya secara bersamaan. Dominasi mobil Cina di pasar berkembang menandai pergeseran kekuatan baru dalam industri otomotif global.
Dengan kemampuan memadukan efisiensi biaya, desain menarik, dan teknologi modern, merek Cina bukan lagi underdog, mereka kini menjadi pemimpin baru di lintasan dunia otomotif. Pertanyaannya bukan lagi “kapan Cina akan mendominasi,” tapi berapa lama dunia bisa mengejar ketertinggalan ini. (fbr)