PPKM Diperpanjang Hingga Agustus 2021, Pebisnis Otomotif Elus Dada

  • Oleh : ADV

Senin, 26/Jul/2021 15:52 WIB


SoundandMachine.com (Jakarta) - Sebagai upaya untuk menghentikan angka penularan Covid-19 yang semakin meningkat, pemerintah telah menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM Darurat) pada 3 – 20 Juli 2021 di beberapa area di Indonesia.  

Namun, karena angka pasien Covid-19 belum menurun, kebijakan tersebut akhirnya diperpanjang kembali hingga 26 Juli 2021. Kabar paling baru, pada 25 Juli malam pemerintah terpaksa memperpanjang kembali kebijakan tersebut hingga 2 Agustus 2021. 

Baca Juga:
Dimensi Kompak Suara Menghentak, Speaker Hertz CK 165 F Cocok untuk Upgrade Audio Harian

Sama seperti sebelumnya, kebijakan PPKM tentunya membuat aktivitas maupun mobilitas masyarakat menjadi sangat terbatas. Selain itu, kebijakan tersebut ternyata menyebabkan beberapa sektor bisnis terkena dampaknya termasuk otomotif, karena banyak toko dan diler menutup operasionalnya.

Baca Juga:
Car Audio Bazaar Year End Sale 2023 Digelar di Black Stone Garage, Speaker Focal Banyak Diincar

Pasar aksesori mobil juga menurun

Paling terasa, terjadi penurunan penjualan secara signifikan, sehingga menyebabkan banyak pelaku usaha mulai dari Usaha Kecil Menengah (UKM) hingga pebisnis besar harus mengelus dada, bahkan menjerit. 

Baca Juga:
Audio Plus Luncurkan Produk Baru Audio Mobil Premium Ground Zero, Crescendo dan Goldhorn

Wahyu Tanuwidjaja sebagai founder Car Aftermarket Network (CAN) mengatakan, dari keputusan PPKM darurat perpanjangan (sampai 2 Agustus 2021) terlihat betapa 'care' nya Presiden kita untuk rakyat kecil, ekonomi kecil, pasar rakyat, bengkel kecil, dan seterusnya.

"Tetapi, saya tidak lihat, apa solusi untuk pengusaha (kecil, menengah dan besar). Lantas bagaimana nasib pengusaha? jangan lupa, selain pegawai perusahaan, akan banyak rakyat kecil, ekonomi kecil, mengandalkan bisnis dari suatu unit usaha," ujarnya.

Lebih lanjut Wahyu mengungkap bahwa banyak 'rakyat kecil' yang bekerja pada pengusaha-pengusaha yang sekarang kantornya sedang ditutup, karena dimasukkan ke sektor 'non-esensial'.

"Kalau pemerintah perhatiannya hanya ke yang kecil saja, saya khawatir nanti yang rakyat menengah akan menjadi 'kecil' (bangkrut) dan akhirnya memberatkan pemerintah. Karena satu pengusaha menengah bangkrut, saya yakin ada beberapa keluarga yang mencari nafkah menjadi rakyat kecil juga," paparnya.

Ia mencontohkan, di Medan, Sumatera Utara, terdapat sebuah bengkel perawatan dan perbaikan mobil yang cukup besar dan telah tutup selama dua pekan. Adanya perpanjangan PPKM, tentunya akan menambah beban dari bengkel tersebut, karena pemasukan yang berkurang.

"Saya yakin bengkel sebesar itu ada lebih dari 250 karyawan, yang artinya ada sekitar 750 sampai dengan 1.000 orang yang bergantung pada putaran bisnis di bengkel tersebut," imbuh pria yang juga sebagai CEO PT. Audioworkshop itu.

Menurutnya, pengusaha tidak mengharapkan bantuan sosial, dan relaksasi pajak juga tidak esensial bagi mereka. "Lalu apa yg esensial? boleh dan bisa bekerja dengan penerapan Prokes yang tepat. Covid-19 sudah memakan banyak omset pengusaha, menutup mereka hanya akan menyebabkan tambahan penderitaan," keluhnya.

Masalah lain yang lebih besar dan kemungkinan akan timbul adalah penambahan kelas rakyat kecil baru dan rakyat miskin baru, karena adanya pemecatan dan/atau penutupan usaha-usaha yang di cap non-esensial.

"Penerapan esensial dan non esensial yang tidak tepat sasaran (harusnya fokus ke masalah kerumunan, potensi kerumunan), menyebabkan beberapa bisnis yang terkena tembak 'peluru non-esensial' jadi sial bener," kata Wahyu.

Ia juga berharap, bahwa negara sebaiknya tidak membeda-bedakan rakyatnya. "Hanya ada satu, Rakyat Indonesia. Tidak ada dikotomi rakyat kecil dan rakyat besar, bukan esensial vs non esensial. Biarkan rakyat non-kecil berjuang di sektor ekonomi," pungkasnya. (EPS)